Proposal
RUMPON SEBAGAI
ALTERNATIF ARTIFICIAL FISHING GROUND UNTUK MEMINIMALISASI KERUSAKAN KARANG
DALAM UPAYA MENUNJANG WISATA BAHARI DI ACEH
Oleh :
MUQTAMAR EFFENDI
Nim 13160033
UNIVERSITAS
ABULYATAMA ACEH
FAKULTAS
PERIKANAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
ACEH BESAR
2016/2017
Halaman
DAFTAR ISI i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusan Masalah 1
1.3
Tujuan
Penelitian 2
1.4
Manfaat
Penelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1
Terumbu Karang 3
2.2 Klasifikasi
Terumbu Karang 3
2.2.1 Berdasarkan
Kemampuannya dalam Memproduksi Kapur 3
2.2.2 Berdasarkan Bentuk dan Tempat Tumbuh 3
2.2.3 Berdasarkan Letak 4
2.2.4 Berdasarkan Zonasi 5
2.3 Rumpon 5
2.4 Fungsi
dan Manfaat Rumpon 7
2.4.1 Fungsi Rumpon 7
2.4.2 Manfaat Rumpon 7
BAB III BAHAN DAN METODE 8
3.1 Tempat
dan Waktu Penelitian 8
3.2 Alat
Penelitian 8
3.3 Metode
Penelitian 8
3.4 Metode
Pengumpulan Data 8
3.4.1 Metode observasi 8
3.4.2 Metode wawancara 9
3.4.3 Metode studi pustaka 9
3.4.4 Metode dokumentasi 9
DAFTAR PUSTAKA 10
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Salawat dan salam salam persembahkan kepada
pangkuan Nabi besar Muhammad SAW yang telah berhasil membawa umat manusia dari
alam kebodohan kealam penuh ilmu pengetahuan.
Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Lia
Handayani, M.T selaku Dosen atau staf
pengajar mata kuliah Metode Karya Ilmiah yang telah membimbing
saya sehingga tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis
juga menyadari bahwa dalam menyusun tugas ini belum sempurna baik dalam
penulisan maupun isi di sebabkan keterbatasan kemampuan menulis. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
menyempurnaan isi proposal ini.
Aceh
Besar, 15 mei 2015
Penulis
LEMBAR
PENGESAHAN
Judul
Skripsi : Rumpon sebagai alternatif
artificial fishing ground untuk meminimalisasi kerusakan karang dalam upaya
menunjang wisata bahari di Aceh
Nama Mahasiswa :
Muqtamar Effendi
Nomor Induk Mahasiswa : 13160033
Program Studi :
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui
:
Pembimbing
I Pembimbing II
Drs.Azwar Thaib, M.Si Lia Handayani, M.T
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Brlakang
Laut Aceh salah satu laut yang
terdapat banyak terumbukarang di Negara Indonesia bagian barat. Terumbu karang
sangat bermanfaat bagi biota laut dasar ( ikan domersal ) untuk berlindung dari
predator dan juga mencari makanan disekitar terumbukarang, dan juga dibuat
sebagai tempat wisata bahari terutama untuk para pengunjung. Disaat ini terumbu
karang sangat dilindungi karena mengingat betapa pentingnya terumbu karang bagi
ikan-ikan domersal dan juga mempertimbangkan dengan perlu waktu yang begitu
lama karang tumbuh besar.
Terumbu karang adalah sekumpulan
hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut Zooxanthellae. Terumbu karang di sekitar
perairan Aceh banyak yang mati dan patah akibat faktor kelalaian para nelayan
pada saat melakukan penangkapan ikan disekitar karang. Seperti memancing
sehingga menyangkut mata pancing dikarang, lego jangkar perahu, penangkapan
ikan dengan trawl, pengeboman, peracunan yang sehingga terumbu karang mati.
Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kelestarian terumbu karang kita perlu
rumpon untuk nelayan menangkap ikan di area rumpon yang telah ditetapkan agar
tidak dapat merusak terumbu karang sebagai ekosistem laut.
Rumpon atau fish agregating device ( FADs) merupakan salah satu jenis alat
bantu penangkapan yang di pasang dari permukaan laut sampai ke dasar laut,
rumpon di pasang di laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut
bertujuan untuk mengumpulkan atau menarik perhatian gerombolan ikan sehingga mudah
untuk di tangkap. Dengan adanya rumpon para nelayan relatif mudah menangkap
ikan yang sehingga terumbu karang tidak rusak karena akibat nelayan menangkap
ikan disekitar karang.
1.2
Rumusan
Masalah
Banyaknya sumberdaya dan lingkungan
perikanan tangkap masih belum dijaga dengan baik oleh masyarakat akibat kurang
informasi dan pengetahuan yang diterima oleh masyarakat kita. Yang sehingga
mengakibat kerusakan ekosistem atau lingkungan laut oleh masyarakat nelayan
setempat. Dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan persoalan tersebut.
1.
Bagaimana cara melestarikan ekosistem
terumbu karang?
2.
Bagaimana cara nelayan menangkap ikan
lebih ramah lingkungan?
3.
Bagaimana cara membuat suatu daerah
penangkapan untuk nelayan?
Beberapa solusi yang penulis
tawarkan untuk membuat suatu sistem agar ekosistem laut tetap terjaga dan
nelayan dapat menangkap ikan dengan relatif mudah.
1.3
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan suatu sistem menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang dan
menjaga hewan biota laut agar tidak punah. Dan menuju kesejahteraan nelayan
dalam upaya menangkap ikan dengan relatif mudah dan ramah lingkungan.
1.4
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui
dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan laut yang di akibatkan oleh masyarakat
dan nelayan. Dan agar nelayan dapat memahami cara menangkap ikan yang ramah
lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terumbu Karang
Terumbu
karang adalah ekosistem bawah laut yang terdiri dari sekelompok binatang karang
yang membentuk struktur kalisum karbonat, semacam batu kapur. Ekosistem ini
menjadi habitat hidup berbagai satwa laut. Terumbu karang bersama-sama hutan
mangrove merupakan ekosistem penting yang menjadi gudang keanekaragaman hayati
di laut. Dari sisi keanekaragaman hayati, terumbu karang disebut-sebut sebagai
hutan tropis di lautan.
Ekosistem
terumbu karang merupakan habitat hidup sejumlah spesies bintang laut, tempat
pemijahan, peneluran dan pembesaran anak-anak ikan. Dalam ekosistem
ini terdapat banyak makanan bagi ikan-ikan kecil dan ikan-ikan kecil
tersebut merupakan mangsa bagi predator yang lebih besar.
Diperkirakan
terdapat lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini. Meski terlihat
kokoh seperti batuan karang, ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan. Suhu optimum bagi pertumbuhan terumbu karang berkisar 26-28°C.1 Dengan toleransi suhu berkisar
17-34°C.2 Perubahan
suhu dalam jangka waktu yang panjang bisa membunuh terumbu karang. Ekosistem
ini juga memerlukan perairan yang jernih, sehingga matahari bisa menembus
hingga lapisan terdalamnya.
2.2 Klasifikasi Terumbu Karang
2.2.1
Berdasarkan Kemampuannya dalam Memproduksi Kapur
1.
Karang hermatipik adalah
karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu
dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.
2.
Karang ahermatipik tidak
menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas di seluruh
dunia.
2.2.2
Berdasarkan Bentuk dan Tempat Tumbuh
1.
Terumbu (reef) merupakan
endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang
utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga
berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi
batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir.
2.
Karang (coral) disebut
juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo
Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Dalam proses pembentukan terumbu
karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling
penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang
tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip.
3.
Karang terumbu merupakan pembangun
utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur.
4.
Terumbu karang merupakan ekosistem
di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama
dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska,
krustasea, echinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata, serta
biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis
plankton dan jenis-jenis nekton.
2.2.3
Berdasarkan Letak
1.
Terumbu karang tepi (karang
penerus/fringing reefs) adalah jenis terumbu karang paling
sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah
tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari
pulau-pulau besar.
2.
Terumbu karang penghalang (barrier
reefs) menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup
lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.52 km ke
arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter.
3.
Terumbu karang cincin (attols)
merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar
menyerupai pulau. Terumbu karang berbentuk cincin mengelilingi batas dari pulau-pulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
4.
Terumbu karang datar (gosong
terumbu/patch reefs) kadang-kadang disebut juga sebagai
pulau datar. Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan,
dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
2.2.4
Berdasarkan
Zonasi
1.
Terumbu yang menghadap angin (windward
reef) merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona
ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng
terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya
didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering
terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi
dan karang tumbuh dengan subur.
2.
Terumbu yang membelakangi
angin (leeward reef)
merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya
memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward
reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang
cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya
kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan
sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.
2.3
Rumpon
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan
hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di
pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai
tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga
rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk
mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.
Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang fungsinya
sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat
yang selanjutnya diadakan penangkapan.
Dengan makin majunya rumpon telah menjadi salah satu
alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan dan manfaat
keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal rumpon, nelayan menangkap ikan
dengan cara mengejar ikan atau menangkap kelompok ikan di laut, kini dengan
makin berkembangnya rumpon maka pada saat musim penangkapan, lokasi penangkapan
menjadi pasti di suatu tempat. Dengan telah ditentukan daerah penangkapan maka
tujuan penangkapan oleh nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka
tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir laut yang
luas. Nelayan di beberapa daerah telah banyak yang menerapkan rumpon ini. Di
Utara Pulau Jawa telah lama mengenal rumpon untuk memikat ikan agar berkumpul
di sekitar rumpon, sehingga memudahkan penangkapan .
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m,
setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga
yang bersfat tetap tergantung pemberat yang digunakan. Dalam praktek penggunaan
rumpon yang mudah diangkat-angkat atu diatur sedemikian rupa, maka waktu
menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan
air dengan bantuan perahu penggerak(skoci,jukung dan canoes).
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak
perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkpan dibuat rumpon mini, yang
pada waktu penangkpan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan
berkumpul di sekitar rumpon ara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan
rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau
rumpon induk atau mengangkat separoh dari rumpon yang diberi daun nyiur ke atas
permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar
rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah
kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slembar yang terdapat di
salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedangkan ujung tali slembar
lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua
orang akan turun ke air untuk mengusir ikan –ikan di sekitar rumpon masuk ke
kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah
jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan
di dekat rumpon di halau dengan menggunakan galah dari satu sisi perahu.
2.4
Fungsi
dan Manfaat Rumpon
2.4.1
Fungsi
Rumpon
1.
Sebagai tempat konsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan
& menangkapnya.
2.
Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari pemangsanya.
3.
Sebagai tempat memijah bagi ikan.
4.
Banyak ikan2 kecil & plankton yang berkumpul di sekitar
rumpon dimana ikan & plankton tersebut merupakan sumber makanan bagi
ikan2 besar.
2.4.2
Manfaat
Rumpon
1.
Memudahkan nelayan menemukan tempatuntuk mengoperasikan
alat tangkapnya.
2.
Mencegah terjadinya destruktif fishing, akibat
penggunaan bahan peledak dan bahan kimia/beracun.
3.
Meningkatkan produksi dan produktifitas nelayan.
BAB
III
BAHAN
DAN METODE
3.1
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15
mei 2016 di perairan pantai Krueng Manee Kabupaten Aceh Utara.
3.2
Alat
Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam melakukan penelitian
ini adalah :
1. Kapal
2. Echosounder
3. GPS
( Global Position System )
4. Tali
5. Daun
kelapa
6. Pelampung
besar
7. Pemberat
8. Lampu
9. Tiang
kecil untuk lampu
3.3
Metode
Penelitian
Metode Praktek Kerja Lapangan menggunakan metode survey
yang bersifat deskriptif dan pengamatan secara langsung di lapangan serta
melakukan pengumpulan data dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara
intensif dan mendetail sehingga didapatkan gambaran secara menyeluruh sebagai
hasil dari pengumpulan data dan analisis data dalam jangka waktu tertentu dan
terbatas pada daerah tertentu.
3.4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
3.4.1 Metode observasi Menurut Nasution (2003),
observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia dalam
kenyataan. Mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan
kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian
mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah.
3.4.2 Metode wawancara Wawancara merupakan suatu
proses interaksi dan komunikasi dengan cara bertanya langsung kepada responden
untuk mendapatkan informasi. Hasil wawancara ditentukan oleh beberapa responden
yang berinteraksi langsung dengan pewawancara dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuisioner).
3.4.
3
Metode
studi pustaka Studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan atas
karya tulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun belum
dipublikasikan. Metode tersebut dapat digunakan untuk mencari data-data
sekunder sebagai data pendukung dari data primer yang didapatkan dari lapangan.
3.4.
4
Metode dokumentasi Menjelaskan dan
mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan atau bentuk gambar yaitu
metode dokumentasi. Metode ini bersifat sekunder dan dilaksanakan oleh si
peneliti dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, buletin dan sebagainya (Natsir, 1983).
DAFTAR
PUSTAKA
Afrianto dan Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit
Ikan. Kanisius. Yogiakarta. 110 hal.
Amgyat.N.T. 1982. Bahan dan Desain Jaring Insang Hanyut.
Jakarta. 12 hlm.
Bush, A. O., Lafferty, K.D., Lotz, J.M., and Shostak, W.
1997. Parasitology Meets Ecologi on its Own Terms Morgolis. Resivited.
Parasitology. 83:575-583.
Coleman. N. 1991. Encyclopedia of marine animals. Angus
& Robertson, An Inprint of harper colling Publishers. Australia, 324 pp.
Effendy, S., Sudirman, S. Bahri, E. Nurcahyono, H. Batubara,
dan M. Syaichudin. 2006. Petunjuk Teknis Pembenihan Rajungan (Portunus
Pelagicus Linnaenus). Diterbitkan Atas Kerjasama Departemen Kealutan
dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan dengan Balai Budidaya Air Payau,
Takalar.
Fatmawati. 2009. Kelimpahan Relatif dan Struktur Ukuran
Rajungan Di Daerah Mangrove Kecamatan Tekolabbua Kabupaten Pangkep.Skripsi.
Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitogy : An Outline.
Weinheim. New York. PWN-Polish Scientific Publishers. Warszawa. hal 3-267.
Jafar, L. 2011. Perikanan Rajungan Di Desa Mattiro Bombang
(Pulau Salemo, Sabangko Dan Sagara) Kabupaten Pangkep. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar. 105 hal.
Juwana, S. 1997. Tinjauan tentang Perkembangan Penelitian
Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus,Linn). Oseana 22(4); 1-12.
Kabata, Z. 1985. Parasites dan Diseases of Fish Cultured in
The Tropics. Taylor & Francis, London, Philadelphia. 317 pp.
Mania. 2007. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam
Menunjang Teknik Perbenihannya. http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31/
pengamatan- aspek-biologi- rajungan- dalam- menunjang- teknik perbenihannya.
(Akses 11 Juni 2014).
Mirzads. 2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam
Kaleng. http://mirzads.wordpress.com/2009/02/12/pengemasan-daging-rajungan
pasteurisasi-dalam-kaleng/. (Akses 12 Juni 2014).
No comments:
Post a Comment